Permohonan Praperadilan Mantan Kadisnakeswan Ditolak Pengadilan Negeri Lamongan

Foto: Sidang Putusan Praperadilan di Pengadilan Negeri Lamongan

MERDEKAZONE.COMLAMONGAN || Putusan sidang praperadilan penetapan tersangka dalam perkara Pembagunan Rumah Pemotongan Hewan – Unggas (RPH-U) ditolak oleh Pengadilan Negeri (PN) Lamongan, Penasehat Hukum (PH) terdakwa Muhammad Wahyudi mengatakan bahwa pihaknya merasa heran dengan apa yang diputuskan dalam persidangan.

Atas hasil praperadilan yang diputus oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Lamongan menurut M. Ridlwan adalah insiden yang buruk untuk sebuah keadilan.

“Kami heran dengan putusan praperadilan, dari Bukti dan Saksi Ahli yang kami hadirkan semuanya dihiraukan oleh Hakim, maka dari itu ini menjadi insiden buruk karena keadilan sudah mati dan terkubur,” ucap Ridlwan.

Hal itu, disampaikan usai agenda sidang putusan permohonan praperadilan yang sebelumnya diajukan oleh tim kuasa hukum terdakwa Wahyudi, yakni Muhammad Ridlwan dan Ainur Rofik, resmi ditolak oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Lamongan diruang sudang Cakra pada Rabu 7 Mei 2025.

Penasehat Hukum terdakwa Wahyudi, yakni Muhammad Ridlwan, mengungkapkan rasa kecewa atas ditolaknya permohonan tersebut. Menurut dia, putusan praperadilan tidak dibacakan secara jelas di persidangan, dan hingga saat ini pihaknya belum menerima salinan resmi keputusan tersebut.

Dengan demikian, penolakan ini, lanjut M. Ridlwan menyampaikan bahwa baginya keadilan sudah mati, kepastian hukum sudah tidak ada.

“Kalau standarisasi yang dipakai penyidik kejaksaan dalam menuntut kasus tindak pidana korupsi pasal 2 dan 3 seperti ini, maka semua kepala dinas, semua instansi yang sudah diperiksa BPK dan memiliki Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), masih bisa diproses dengan standar lain, seperti audit dari akuntan publik lain atau lembaga lain,” ucap Ridlwan, sapaannya.

Menurut Ridlwan, berdasarkan Undang-Undang, untuk urusan korupsi pasal 2 dan 3, hanya BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang berwenang melaporkan jika ada indikasi pidana.

Karena itu, Ridlwan menanyakan siapa pihak pelapor dalam kasus kliennya, Wahyudi. Bagi kami, pihak yang melapor tidak memiliki legal standing.

“Kalau semua orang bisa melapor, maka tatanan hukum bisa rusak. Kepala dinas semua bisa masuk penjara (tersangka), enggak perlu ada pemeriksaan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), enggak perlu rekomendasi apa pun, karena laporan siapa pun bisa diterima. Kalau begitu, bubarkan saja BPK,” tegas dia.

Meski demikian, Ridlwan menegaskan bahwa tim kuasa hukum tetap akan menjalankan pembelaan terhadap Wahyudi sesuai data, dokumen, dan aturan yang berlaku. Ia berharap agar Kejaksaan Agung ikut melakukan pengawasan agar seluruh proses hukum berjalan sesuai koridor.

“Karena hukum pidana itu bersentuhan langsung dengan harkat martabat seseorang, penting sekali memastikan standar hukum acara diterapkan dengan benar. Jangan sampai hukum dipakai sembarangan dan akhirnya malah merusak aturan yang sudah ada,” terangnya.

Dikesempatan yang sama, Anton Wahyudi, Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Lamongan dalam hal ini mengungkapkan, bahwa pihaknya bersyukur atas hasil putusan tersebut.

“Kinerja pemeriksaan yang kami lakukan sudah sesuai dengan prosedur dan ketentuan. Tinggal nanti kita buktikan di sidang pokok perkara di Pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) di Surabaya Jawa Timur, ” kata Anton Wahyudi.

Anton juga menyampaikan bahwa dihari yang sama pihaknya (Kejaksaan Negeri Lamongan) telah selesai melakukan proses pada tahap ke II, selanjutnya akan dilimpahkan ke Pengadilan.

“Hari ini juga melakukan tahap II, yaitu penyerahan tersangka dan barang bukti dari penyidik ke penuntut umum untuk segera dilimpahkan ke Pengadilan,” tutupnya. (IL)

Array
Related posts
Tutup
Tutup