MEREDEKAZONE.COM – LAMONGAN ||- Kuasa Hukum salah satu tersangka kasus dugaan korupsi proyek RPHU Lamongan M. Wahyudi kembali mendaftarkan praperadilan untuk kedua kalinya.
Moch. Wahyudi, melalui tim kuasa hukumnya, kembali mengajukan gugatan praperadilan terhadap Kejaksaan Negeri (Kejari) Lamongan. Surat Perkara ini telah didaftarkan dan teregister dengan nomor: 2 /Pid.Pra/2025/PN LMGN.
Gugatan ini didaftarkan pada Kamis (15/5/2025) di Pengadilan Negeri (PN) Lamongan, setelah permohonan praperadilan sebelumnya ditolak oleh pengadilan.
Menurut Muhammad Ridlwan, ia menyatakan bahwa praperadilan kedua ini diajukan karena dalam putusan pertama, hakim dinilai mengabaikan bukti-bukti penting yang mendukung terang perkara dan mengesampingkan ketentuan hukum yang berlaku.
“Memang benar, kemarin kita sudah melakukan praperadilan dan ditolak. Tapi pertimbangan hakim waktu itu mengesampingkan undang-undang serta bukti-bukti penting,” ujar Ridlwan didampingi rekannya, Ainur Rofik, di depan PN Lamongan.
Ridlwan menjelaskan bahwa dalam putusan sebelumnya, hakim hanya merujuk pada Pasal 4 UU Tipikor yang menyatakan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana. Namun menurutnya, konteks waktu pengembalian kerugian menjadi hal yang sangat krusial.
“Pengembalian dilakukan sebelum proses hukum berjalan, tepatnya sesuai dengan rekomendasi BPK. Kerugian negara senilai Rp92 juta sudah dikembalikan oleh pihak ketiga pada Mei dan dinyatakan lunas pada Juni. Karena itu, BPK tidak menindaklanjuti dengan audit investigatif,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa hal ini berbeda jika pengembalian dilakukan saat proses hukum telah berjalan, penyidikan berjalan dan seterusnya. Oleh karena itu, menurutnya, alasan penolakan praperadilan sebelumnya tidak tepat dan bertentangan dengan ketentuan hukum yang sudah tidak perlu diperdebatkan lagi.
“Bahwa pengembalian kerugian negara sudah dikembalikan, bahkan sebelum estimasi waktu yang diberikan oleh BPK. Hal tersebut juga sudah tercatat pada LHP BPK, bahwa pada rencana aksi batas waktu pengembalian ialah Juli 2023, namun kerugian tersebut sudah diselesaikan pada bulan Mei 2023 dan diberi tanda lunas pada Juni 2023,” tegasnya.
Kemudian, Muhammad Ridlwan juga mempertanyakan keputusan hakim yang menurutnya tidak tepat dan mengesampingkan bukti-bukti yang ia ajukan.
“Keputusan Hakim pada praperadilan kemarin patut dipertanyakan dan tidak tepat,” ungkapnya.
Dengan pengajuan praperadilan kedua ini, pihak Wahyudi berharap hakim dapat lebih objektif dalam mempertimbangkan bukti serta berpegang pada aturan hukum yang berlaku.
“Kami berharap Hakim harus Objektif, Hakim harus betul-betul berpegang teguh dengan peraturan yang ada. Kemudian Hakim harus mempertimbangkan bukti-bukti yang kita ajukan,” pungkasnya. (IL)