Pelajaran dari Kasus Meninggalnya Bayi Naas di Payaman Lamongan, Ibu Korban Kesulitan Bayar Karena Tak Mampu, Pihak Pemerintah Lelet Bantu

MERDEKAZONE.COMLAMONGAN, Nasib naas dialami bayi bernama Adinda Fika Putri Mahesa yang berasal dari Desa Payaman Kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan yang meninggal akibat sakit yang dideritanya.

Meninggalnya seorang bayi perempuan tersebut menjadi sebuah pukulan tersendiri terhadap Pemerintah Desa dan Pemerintah Kabupaten Lamongan, pasalnya kedua orang tua bayi tersebut tidak mampu mengobati bayinya yang mengidap penyakit pencernaan dan lambung yang diderita bayi usai tak lama dilahirkan.

Erna Rofidah selaku ibu korban sangat prihatin terhadap kepedulian dari Pemerintah setempat yang dirasa tidak mau membantunya, atas kesulitanya akhinya anak bayi tersebut meninggal dunia.

Berikut kronologis sebelum bayi meninggal dunia.

1. Alami Gangguan usai lahir

Ibu Korban menceritakan bahwa anaknya lahir usai dioperasi dan setelahnya lahir dalam keadaan tidak menangis, kemudian dokter saat itu menyatakan bahwa ada gangguan pernafasan sehingga harus ada perawaran khusus diruang icu selama berhari-hari.

2. Bayi dirujuk ke Rumah Sakit di Surabaya

Setelah 6 hari, dokter menyarankan kepada orang tua bayi untuk dirujuk ke Rumah Sakit di Suabaya dan sesampaianya disana setelah dilakukan pemeriksaan akhirnya dokter di Rumah Sakit Surabaya mengatakan bahwa bayi tersebut mengidap penyakit pencernaan.

3. Alami kesulitan bayar Rumah Sakit karena Tak Mampu

Usai mengetahui penyakit anaknya, kedua orang tua bayi merasa kebinggungan dengan biaya berobat di Rumah Sakit, namun dari pihak dokter menyarankan kepada kedua orang tua bayi untuk mengurus BPJS.

Kedua orang tua sepakat untuk membawa pulang bayi tersebut sambil mengurus BPJS, hal itu dilakukan karena kedua orang tua tak sanggup untuk membayar biaya di Rumah Sakit.

4. Sempat Ditolak Dokter Karena Bayi dibawah pulang

Keputusan membawa pulang anaknya sempat ditolak oleh Dokter, pasalnya anak tersebut masih dalam perawatan intensif, namun dokter juga menegaskan bahwa setelah dibawah pulang dan BPJS sudah selesai harus dirujuk kembali ke Rumah Sakit.

5. Kondisi saat berada dirumah

Setelah 5 hari berada dirumah kedua orang tuanya, bayi tersebut sebelumnya baik-baik saja namum tiba-tiba bayi tersebut alami demam yang terdapat sariawan pada mulutnya.

Kedua orang tuanya langsung membawanya ke bidan desa, dan pada kesimpulanya bidan desa menyarankan untuk segera dirujuk ke Rumah Sakit Anak.

6. Sempat Menerima Bantuan Pengobatan

Seusai itu, kedua orang tua bayi mendapatkan bantuan dari Pemerintah, setelahnya lalu dibawa ke Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan. Sesampainya disana, nasib kurang beruntung dialami bayi tersebut dikarenakan dokter spesialis anak tidak ada karena saat sampai di RSML waktunya sore hari.

Kemudian bayi dibawah ke UGD untuk dilakukan pemeriksaan oleh dokter umum.

7. Dari RSML Dirujuk Lagi ke Surabaya

Setelah dua hari, akhirnya pihak RSML menyarankan untuk dirujuk ke Rumah Sakit di Surabaya.

8. Orang Tua Tak Mampu Bayar Pengonatan di Rumah Sakit di Surabaya

Menurut keterangan pihak orang tua bayi, bahwasanya biaya pengobatan di Surabaya sangat mahal dan ia tak sanggup untuk membayarnya.

Orang tua bayi menuturkan bahwa biaya perharinya sebesar 3 Juta Rupiah, kemudian harus membayar DP sebesar 15 Juta Rupiah.

9. Karena Tak Mampu Akhirnya dibawah Pulang lagi

Atas biaya sebesar itu, dengan terpaksa pihak orang tua bayi memutuskan untuk membawa pulang lagi. Sempat mendapatkan penolakan dari pihak rumah sakit, jika masih nekad membawa pulang pihak orang tua harus menandatangi surat pulang paksa atas pasien bayi dengan catatan jika terjadi apa-apa adalah tanggung jawab orang tuanya sendiri.

Sebelumnya, kedua orang tua bayi sempat meminta pertolongan dari Bidan Desa namun saat itu tidak ada bantuan. Untuk itu kedua orang tua bayi hanya meminta tolong agar bayinya bisa dibawah pulang kerumahnya saja.

10. Pihak Desa Diduga Tutup Mata atas Kejadian Tersebut

Kedua orang tua bayi menyesalkan kejadian tersebut yang tidak dibantu oleh pihak Pemerintah Desanya, bahkan kedua orang tua bayi membeberkan keterangan dari pihak desa bahwa tidak berkenan membiayai pengobatan bayinya.

Hal tersebut diketahui saat Bapak dari bayi tersebut menelepon Kepala Desa, dan tanpa disadari Kades mengatakan hal tersebut.

“Mosok deso disuruh biayai, red (masa desa harus biayai),” ungkap orang tua bayi.

11. Kedua Orang Tua Meminta Bantuan ke Santri Lamong

Disaat terdesak, ibu bayi meminta bantuan ke Yak Widhi (Santri Lamong) melalui media sosial. Setelahnya langsung mendapatkan respon dan mengupayakan untuk membantu biaya pengobatan.

Dari rangkaian peristiwa diatas yang terjadi, Yak Widhi mengecam keras tindakan Pemerintah Desa dan Kabupaten yang mengabaikan seorang bayi yang sedang membutuhkan bantuan untuk biaya pengobatan di Rumah Sakit.

“Ini menjadi hal yang serius bagi Pemerintah Desa setempat, harusnya tanpa perlu syarat apapun pihak desa bisa membantu. Ini tindakan yang sangat salah menurut saya,” kata Yak Widhi Lamong.

Yak Widhi menjelaskan bahwa jika pihak Desa bisa merespon cepat atas apa yang menjadi kebutuhan warganya untuk berobat mungkin hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi.

“Banyak kejanggalan, pertama pihak desa tak mau mengeluarkan uang. Kedua, mobil sehat tak difungsikan. Ketiga, pihak desa lambat membuat surat persyaratan KIS disaat kondisi bayi dalam keadaan kritis,” bebernya.

Hal tersebut disampaikan Yak Widhi Lamong setelah bertemu dengan orang tua bayi tersebut. Atas dasar itu, Yak Widhi bersama relawan lainnya merasa iba dan segera membantu mengupayakan pengobatan untuk bayi tersebut.

Bahkan menurut Yak Widhi, berdasarkan Peraturan Menteri Desa dan Pembangunan Tertinggal Nomor 3 Tahun 2025 menyatakan bahwa pihak Pemerintah Desa wajib membantu warganya yang kesulitan membayar biaya pengobatan di Rumah Sakit.

“Sudah jelas bahwa di Kepmenmendesa PDT Nomor 3 Tahun 2025 dilampiran ke 35 bahwa ada point tentang penanggulangan kerawanan sosial. Bahkan disitu jelas mengatakan bahwa penanggulangan biaya kemiskinan, kesusahan, musibah, dan keterbatasan dana adalah tanggung jawab Pemerintah Desa. Namun hal itu kami rasa tidak dijalankan dengan baik oleh Pemerintah Desa Payaman,” terangnya.

Yak Widhi berharap dengan kejadian meninggalnya bayi naas dari Payaman Solokuro ini adalah suatu pembelajaran bagi semuanya sehingga tidak terulang kembali, menurutnya banyak cara yang bisa dilakukan oleh Pemerintah untuk membantu warga yang kesulitan bayar dikarenakan tidak mampu.

“Sangat disayangkan bahwa kejadian tersebut luput dari bantuan Pemerintah, saya berharap ini yang terakhir dan jangan sampai terulang kembali,” tandasnya (iL/red)

Array
Related posts
Tutup
Tutup